KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami
sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada
waktunya yang berjudul “KASUS INDONESIA DAN
MALAYSIA TENTANG PERBATASAN PERAIRAN HAMBALAT” . Makalah ini dibuat dengan tujuan
untuk memenuhi tugas mata pelajaran Pkn.
Dalam
makalah ini kami sebagai penulis ingin membahas masalah “Sengketa Internasional Batas Wilayah
(Ambalat) Antara Indonesia dengan Malaysia”. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua
tentang masalah yang dihadapi Indonesia, terutama
mengenai garis perbatasan di wilayah perairan laut dengan negara-negara
tetangga.
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir
kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Palembang, Mei 2014
Penyusun
Daftar isi
Kata Pengantar
.................................................................................... i
Daftar isi ................................................................................................ ii
BAB I
PENDAHULUAN .................................................................................
1.1 Latar
Belakang................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................
1.3 Manfaat Makalah............................................................................
BAB II
PEMBAHASAN.....................................................................................
2.1 Alasan
Terjadinya Sengketa Internasional.....................................
2.2
MENGAPA AMBALAT JADI REBUTAN?.........................................................
2.3
UPAYA PEMERINTAH MEMPERTAHANKAN KEDAULATAN NKRI....
BAB III
PENUTUP..............................................................................................
3.1
KESIMPULAN..........................................................................................................
3.2
SARAN .......................................................................................................................
KASUS INDONESIA DAN
MALAYSIA TENTANG PERBATASAN PERAIRAN HAMBALAT
BAB I
PENDAHULUAN
1.4 Latar
Belakang
Tak
dapat disangkal, salah satu persoalan yang dapat memicu persengketaan antar
negara adalah masalah perbatasan. Indonesia juga menghadapi masalah ini,
terutama mengenai garis perbatasan di wilayah perairan laut dengan
negara-negara tetangga.Bila dicermati, banyak negara-negara di Asia Pasific
juga menghadapi masalah yang sama. Anggapan bahwa situasi regional sekitar
Indonesia dalam tiga dekade ke depan tetap aman dan damai, mungkin ada
benarnya, namun di balik itu sebenarnya bertaburan benih konflik, yang dapat
berkembang menjadi persengketaan terbuka.
Republik Indonesia adalah Negara
kepulauan berwawasan nusantara, sehingga batas wilayah di laut harus mengacu
pada UNCLOS (United Nations Convension on the Law of the Sea) 82/ HUKLA (Hukum
laut) 82 yang kemudian diratifikasi dengan UU No. 17 Tahun 1985. Indonesia
memiliki sekitar 17.506 buah pulau dan 2/3 wilayahnya berupa lautan.
Dari 17.506 pulau tersebut terdapat
Pulau-pulau terluar yang menjadi batas langsung Indonesia dengan negara
tetangga. untuk menetapkan batas wilayah dengan negara tetangga, terdapat 183
titik dasar yang terletak di 92 pulau terluar, sisanya ada di tanjung tanjung
terluar dan di wilayah pantai. Dari 92 pulau terluar ini ada 12 pulau yang
harus mendapatkan perhatian serius.Dalam makalah ini kami sebagai penulis ingin
membahas masalah “Sengketa Internasional Batas Wilayah (Ambalat) Antara
Indonesia dengan Malaysia”
Indonesia
tentu patut mewaspadai perkembangan yang terjadi di sekitarnya terutama di
ka-wasan Asia Pasific. Sebab konsekuensi letak geo-grafis Indonesia
dipersilangan jalur lalulintas internasional, maka setiap pergolakan berapa pun
kadar intensitas pasti berpengaruh terhadap Indonesia. Apalagi jalur suplai
kebutuhan dasar terutama minyak beberapa negara melewati perairan Indonesia.
Jalur pasokan minyak dari Timur Tengah dan Teluk Persia ke Jepang dan Amerika
Serikat, misalnya, sekitar 70% pelayarannya melewati perairan Indonesia.
Karenanya sangat wajar bila berbagai negara berkepentingan mengamankan jalur
pasokan minyak ini, termasuk di perairan nusantara, seperti, Selat Malaka,
Selat Sunda, Selat Lombok, Selat Makasar, Selat Ombai Wetar, dan lain-lain.
Pasukan
Beladiri Jepang secara berkala dan teratur mengadakan latihan operasi jarak
jauh untuk mengamankan area yang mereka sebut sebagai “life line,” yakni,
radius sejauh 1000 mil laut hingga menjangkau perairan Asia Tenggara. Hal yang
sama juga dilakukan Cina, Australia, India, termasuk mengantisipasi kemungkinan
terjadi penutupan jalur-jalur vital tersebut oleh negara-negara di sekitarnya
(termasuk Indonesia.)
Keberadaan Indonesia dipersilangan
jalur pelayaran strategis, memang selain membawa keberuntungan juga mengandung
ancaman. Sebab pasti dilirik banyak negara. Karena itu sangat beralasan bila
beberapa negara memperhatikan dengan cermat setiap perkembangan yang terjadi di
Indonesia. Australia misalnya, sangat kuatir bila Indonesia mengembangkan
kekuatan angkatan laut, yang pada gilirannya dapat memperketat pengendalian
efektif semua jalur pelayaran di perairan nusantara.
Patut diingat, penetapan sepihak
selat Sunda dan selat Lombok sebagai perairan internasional oleh Indonesia
secara bersama-sama ditolak oleh Ameri-ka Serikat, Australia, Canada, Jerman,
Jepang, Inggris dan Selandia Baru. Tentu apabila dua selat ini menjadi perairan
teritorial Indonesia, maka semua negara yang melintas di wilayah perairan ini
harus tunduk kepada hukum nasional Indonesia, tanpa mengabaikan kepentingan
internasional.
Hal yang patut dicermati adalah
kenyataan bahwa wilayah Indonesia yang saat ini terbelit konflik sosial
berkepanjangan (manifes maupun latent) umumnya adalah daerah yang berada
dijalur pelayaran internasional, seperti, Bali, Lombok, Maluku, Maluku Utara,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Riau, Aceh, Papua dan lain-lain. Kenyataan
ini patut diwaspadai karena tak tertutup kemungkinan adanya pihak luar yang
bermain di dalam konflik yang terjadi di beberapa daerah ini. Selain itu sebab
jika Indonesia gagal mengatasinya, dan konflik yang terjadi berkembang menjadi
ancaman bagi keselamatan pelayaran internasional, maka berdasarkan keten-tuan
internasional, negara asing diperbolehkan menurunkan satuan militernya di
wilayah itu demi menjaga kepentingan dunia.
1.5 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.5.1
Mengapa Ambalat jadi rebutan?
1.5.2
Bagaimana upaya pemerintah mempertahankan kedaulatan NKRI?
1.6 Manfaat Makalah
Makalah
ini memeiliki manfaat sebagai berikut:
1.6.1
Untuk kembali menyadarkan masyarakat akan pentingnya
kesatuan dalam mempertahankan wilayah NKRI
1.6.2
Untuk memberikan pengetahuan lebih luas kepada masyarakat
awam yang belum mengetahui kasus ini
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Alasan
Terjadinya Sengketa Internasional
Persengketaan bisa terjadi karena:
2.1.1
Kesalahpahaman
tentang suatu hal.
2.1.2
Salah
satu pihak sengaja melanggar hak / kepentingan negara lain.
2.1.3
Dua
negara berselisih pendirian tentang suatu hal.
2.1.4
Pelanggaran
hukum / perjanjian internasional.
Sebab timbulnya sengketa
internasional yang sangat potensial terjadinya perang terbuka :
I.
Segi Politis (adanya pakta pertahanan / pakta perdamaian).
Pasca Perang Dunia II (1945) muncul
dua kekuatan besar yaitu Blok Barat (NATO pimpinan AS) dan Blok Timur (PAKTA
WARSAWA pimpinan Uni Soviet). Mereka bersaing berebut pengaruh di bidang
Ideologi, Ekonomi, dan Persenjataan. Akibatnya sering terjadi konflik di
berbagai negara, missalnya Krisis Kuba, Perang Korea (Korea Utara didukung Blok
Timur dan Korea Selatan didukung Blok Barat), Perang Vietnam dll.
II.
Batas Wilayah.
Suatu Negara berbatasan dengan
wilayah Negara lain. Kadang antar Negara terjadi ketidak sepakatan tentang
batas wilayah masing – masing. Misalnya Indonesia dengan Malaysia tentang Pulau
Sipadan dan Ligitan (Kalimantan). Sengketa ini diserahkan kepada Mahkamah
Internasional dan pada tahun 2003 sengketa itu dimenangkan oleh Malaysia.Dengan
runtuhnya Blok Timur dengan ditandai runtuhnya Tembok Berlin tahun 1989 maka AS
muncul sebagai kekuatan besar (Negara Adikuasa). Sehingga cenderung membawa
dunia dalam tatanan yang bersifat UNIPOLAR artinya AS bertindak sebagai satu –
satunya kekuatan yang mengendalikan sebagian besar persoalan di dunia.
Akibatnya cenderung muncul sengketa di dunia internasional.
Selain terkait dengan kepentingan
internasional (baca: negara-negara maju), Indonesia sebenarnya menghadapi
beberapa persoalan latent dengan sesama negara anggota Asean. Penyebabnya
selain karena perbedaan kepentingan masing negara yang tak dapat dipertemukan,
juga karena berbagai sebab lain yang muncul sebagai akibat dinamika sosial
politik dimasing-masing negara. Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina,
mungkin saja bisa bekerjasama dalam mengatasi persoalan aksi terorisme di kawasan
ini. Namun, sikap masing-masing negara tentu akan berbeda dalam soal tenaga
kerja illegal, illegal loging, pelanggaran batas wilayah dalam penangkapan ikan,
dan sebagainya.
Padahal jalur pelayaran di selat ini
tidak hanya diper-gunakan untuk armada niaga tetapi juga bagi kapal perang. Dan
Indonesia tentu ikut terganggu bila kapal-kapal perang dari dua negara yang
sedang bertikai berpapasan di perairan Indonesia.Dari beberapa data tampak
bahwa dalam aspek persenjataan, Thailand menunjukkan peningkatan yang
signifikan diantara negara-negara di Asia Tenggara. Indonesia selain dituntut
mampu mempertahankan keamanan dalam negerinya, juga mesti dapat memainkan peran
yang berarti demi terpeliharanya keamanan regional di Kawasan Asia Pasific.
Padahal disisi lain, kekuatan elemen pertahanan dan keamanan Indonesia tidak
dalam kondisi prima. Baik dari aspek kemampuan sumber daya manusianya maupun
dari segi kesiapan materil dan dukungan finansial. Inilah kondisi dilematis
yang dihadapi Indonesia dewasa ini yang patut segera dicari jalan keluarnya.
2.2
MENGAPA AMBALAT JADI REBUTAN?
ENTAH dari mana kata awal Ambalat.
Sebab tiba-tiba muncul menjadi berita di media massa nasional dan
internasional. Ibarat artis dadakan, kawasan di perbatasan Indonesia – Malaysia
tersebut langsung populer. Bahkan sinarnya melebihi kesohoran induknya
Kabupaten Nunukan.Ada yang memahami Ambalat adalah singkatan dari Ambang Batas
Laut. Tapi ternyata dalam wikipedia bahasa Indonesia tidak disebutkan demikian.
Itu berarti Ambalat adalah kata tunggal. Lagi pula ada banyak perbatasan laut
Indonesia dengan negeri tetangga selain dengan Malaysia seperti Singapura,
Thailand, Vietnam dan Filipina. Tapi perbatasan laut itu tidak pernah disebut
dengan kata Ambalat.Di Malaysia, rakyat, pemerintah federal dan pihak kerajaan
juga memakai kata Ambalat.
Barangkali ada yang meremehkan ’apa
arti sebuah nama’. Tapi dalam sebuah sengketa hukum, urusan namabahkan
kesalahan satu huruf saja sudah bisa menjadi kesalahan besar yang menentukan
kalah dan menang sebuah gugatan.Dalam perkembangannya, Ambalat malah semakin
bias seolah-olah nama itu adalah sebuah daerah yang berpenduduk dan
bermasyarakat. Ada tokoh masyarakat memberikan komentar di pemberitaan media
dengan menyebut kalimat ’masyarakat Ambalat’, padahal sebenarnya kawasan
tersebut merupakan perairan lautan Selat Makassar atau laut Sulawesi alias
sebelah Utara Pulau Sebatik Kabupaten Nunukan.
Hamparan air 15.235 kilometer
persegi. Tapi di sinilah dua negeri jiran ini kerap adu nyali. Saling ngotot,
saling gertak, saling klaim. Ambalat, perairan yang terjepit antara
Sulawesi dan Kalimantan itu adalah titik paling didih dalam hubungan Indonesia
dengan Malaysia beberapa tahun terakhir. Malaysia sudah mengincarnya sejak
1979. Ketika negeri jiran itu menerbitkan peta yang memasukkan Sipadan dan
Ligitan sebagai basis untuk mengukur zona ekonomi eksklusif mereka. Di dalam
peta mereka, Ambalat masuk Malaysia.
Terang saja pemerintah Indonesia
menepis klaim Malaysia. Soalnya, dari riwayata sejarahnya saja Ambalat
masuk wilayah Kesultanan Bulungan (Kalimantan Timur) yang kini menjadi bagian
dari Indonesia. Membuka lembaran hukum laut internasional atau konvensi hukum
laut PBB yang telah dituangkan dalam UU No.17 tahun 1984, ternyata Ambalat juga
diakui dunia Internasional sebagai wilayah Indonesia. Anehnya, Malaysia tetap
ngotot. Mereka mengirim kapal perangnya untuk patroli di perairan ini. Ada
nelayan Indonesia melaut ditangkap dan dipukul, juga diusir.
Sesungguhnya yang mereka incar bukan
hanya keinginan memperluas batas wilayah negara, di sini ada kekayaan alam yang
berlimpah di sini. Bahkan menurut Departemen Energi dan Sumber Daya Manusia di
Ambalat ada tambahan kandungan minyak dengan produksi 30.000 – 40.000 barel per
hari.Masyarakat kawasan perbatasan sendiri seperti Nunukan, Tarakan dan
Bulungan, baru mengetahui ada Ambalat di dekat rumah mereka. Selama ini yang
mereka ketahui adalah Karang Unarang, sebuah kawasan perairan yang sering dimasuki kapal
militer Malaysia.
Para nelayan di utara Kalimantan
Timur sudah hafal mana kawasan lintasan untuk perahu motor mereka, yakni
kawasan yang lebih dalam. Di sana banyak terdapat ’gusung’ alias gundukan pasir
yang ketika air surut akan membuat kandas perahu atau kapal yang terjebak di
situ.Ketika ada kapal berbendera Malaysia dan kapal perang militer negeri Jiran
itu terlihat memasuki perairan Indonesia di Karang Unarang tersebut, para
nelayan umumnya memaklumi karena kemungkinan kapal tersebut menghindari
’gusung’ dan terpaksa meliuk memasuki perairan Indonesia.Nah, pada posisi
itulah kemudian muncul ketegangan di Indonesia. Seolah-olah terjadi pelanggaran
yang disengaja oleh Tentara Diraja Malaysia. Pemberitaan media massa sering
pula meningkatkan tensi kemarahan, sehingga melontarkan kata-kata ’perang’.
Dalam setiap perundingan, Malaysia
tetap berkeras bahwa Blok Ambalat merupakan bagian dari teritorinya. Bahkan
mereka mengirimkan salinan nota diplomatik yang intinya memprotes kehadiran
kekuatan TNI di Blok Ambalat.
Mengapa Ambalat jadi rebutan? Blok Ambalat dengan luas
15.235 km2ditengarai mengandung kandungan
minyak dan gas yang dapat dimanfaatkan hingga 30 tahun. Bagi masyarakat
perbatasan, Ambalat adalah asset berharga karena di sana diketahui memiliki
deposit minyak dan gas yang cukup besar. Ambalat memang menjadi wilayah yang
disengketakan oleh Malaysia dan Indonesia. Bahkan, pada 2005 sempat terjadi
ketegangan di wilayah itu karena Angkatan Laut Indonesia dan Malaysia sama-sama
dalam keadaan siap tempur.Ahli geologi memperkirakan minyak dan gas yang
terkandung di Ambalat ini mencapai Rp 4.200 triliun. Pemerintah melihat potensi
ini. Dua perusahaan perminyakan raksasa diizinkan beroperasi di perairan
Ambalat yang terbagi dalam tiga blok, yaitu East Ambalat, Ambalat, dan
Bougainvillea, itu.
Rupanya Malaysia juga tergiur dengan
isi perut Ambalat. Dua blok penghasil minyak di Ambalat itu mereka beri nama
Blok Y dan Z. Belakangan Malaysia menyebutnya dengan Blok ND6 dan ND7. Negara
yang berupaya mengklaim Ambalat masuk ke wilayahnya ini pun belakangan meminta
Petronas Carigali Sdn Bhd, perusahaan minyak dan gas lokal Malaysia, masuk
Ambalat, pada 2002.
Namun dua perusahaan itu belum
berani masuk secara terang-terangan ke Ambalat. Apalagi, Indonesia memang sudah
lebih dulu beroperasi di sini. Kapal-kapal perang Indonesia juga secara nyata
melindungi dua perusahaan yang beroperasi di sini dengan izin Pemerintah
Indonesia. Cara lain yang dilakukan Malaysia dengan upaya pendekatan ke
pemerintah Indonesia. Malaysia meminta agar Ambalat dijadikan wilayah operasi
bersama. “Kita tolak,”
Indonesia, sebagai negara ASEAN yang
memiliki wilayah paling luas tidak memiliki ambisi teritorial untuk mencaplok
wilayah negara lain. Hal tersebut sangat berbeda dengan Malaysia yang rakus
untuk memperluas wilayahnya. Kita semua sudah tahu bahwa titik-titik perbatasan
darat Indonesia – Malaysia di Pulau Kalimantan selalu digeser oleh Malaysia.
Wilayah kita semakin sempit sementara wilayah Malaysia semakin luas.
2.3
UPAYA PEMERINTAH MEMPERTAHANKAN KEDAULATAN NKRI
Di mata Pemerintah Indonesia,
Ambalat bukan wilayah sengketa, dan juga tak ada tumpang tindih wilayah. Jika
Malaysia masuk, itu artinya upaya perampasan wilayah kedaulatan. Akan tetapi
masyarakat perbatasan membutuhkan jawaban dan kepastian. Jangan biarkan mereka
hidup dalam kebimbangan. Lantaran itu TNI bersama dengan Pemerintah Kabupaten
Nunukan dan masyarakat sudah bertekad untuk menjaga Ambalat dan Karang Unarang
sebagai wilayah teritorial Indonesia. Mereka menancapkan bendera Merah Putih di
perairan tersebut.
Sengketa blok Ambalat antara
Indonesia-Malaysia tercatat telah sering terjadi. Terhitung sejak Januari
hingga April 2009 saja, TNI AL mencatat kapal Malaysia telah sembilan kali
masuk ke wilayah Indonesia.Betapa istimewanya Ambalat, blok laut seluas 15.235 km2
yang terletak di laut Sulawesi atau Selat Makassar itu, hingga menjadi titik
konflik antara dua negara bertetangga ini. Wilayah Ambalat merupakan wilayah
yang memiliki potensi ekonomi cukup besar karena memiliki kekayaan alam, berupa
sumber daya minyak. Oleh karena itu, wajar jika muncul berbagai kepentingan
yang mendasari munculnya masalah persengketaan ini. Bukan saja kepentingan
ekonomi, melainkan juga adanya faktor kepentingan politik di antara dua negara.
Bagi Malaysia, secara internasional akan merasa “menang” terhadap Indonesia,
jika berhasil mengklaim blok Ambalat.
Beda lagi bagi Indonesia yang secara
politik ingin mempertahankan blok Ambalat, karena dianggap sama dengan
mempertahankan kedaulatan bangsa. Pada 29 Mei belasan kapal berbendera
Malaysia, berhasil terdeteksi pesawat pengintai TNI Angkatan Udara di perairan
batas terluar blok Ambalat. Salah satu diantaranya adalah kapal perang patroli
Jerong milik Tentara Diraja Malaysia.
Sementara itu, diplomasi menjadi
pilihan yang tidak populer. Hal itu terbukti dengan maraknya pendirian posko-posko
sukarelawan di seluruh wilayah tanah air dengan memanfaatkan retorika Bung
Karno pada 1960-an
Hal itu bisa dilihat dari statements kedua pemimpin, baik dari Malaysia
maupun Indonesia, tentang perlunya menyelesaikan kasus tersebut dengan
cara-cara damai.
Pertanyaannya sekarang, di antara
dua pilihan tersebut, mana yang lebih tepat dilakukan oleh kedua negara?
Penyelesaian melalui jalur diplomasi, tampaknya, akan lebih elegan dalam masa
sekarang ini dibandingkan dengan melaui jalur konfrontasi bersenjata.
Mengingat zaman telah berubah dan
hubungan antarbangsa telah berkembang menuju hubungan yang lebih mengedepankan
penghargaan pada martabat kemanusiaan. Oleh karena itu, perang yang ganas dan
keji tidak lagi menjadi pilihan populer sebagai resolusi konflik antarbangsa.
Penyelesaian sengketa wilayah
Ambalat melalui konfrontasi bersenjata akan merugikan kedua belah pihak, yang
tidak saja secara politik sebagai akibat langsung konfrontasi, tetapi juga di
bidang ekonomi dan sosial. Secara politik, citra kedua negara akan tercoreng,
paling tidak, di antara negara-negara anggota ASEAN. Kedua negara termasuk
pelopor berdirinya ASEAN, di mana ASEAN didirikan sebagai sarana resolusi
konflik, maka cara-cara penyelesaian konflik yang konfrontatif dapat
menjatuhkan citra mereka di ASEAN.
Dalam bidang ekonomi, kedua negara
akan mengalami kerugian. Kedua belah pihak akan meningkatkan anggarannya untuk
biaya berperang, sedangkan biaya itu bisa dialihkan kepada sektor lain. Belum
lagi masalah TKI, yang kedua belah pihak sangat berkepentingan. Bagi
Indonesia, TKI adalah remittance yang menjadi sumber devisa, sementara ekonomi Malaysia juga bergantung kepada keberadaan TKI. Perputaran ekonomi masyarakat di wilayah perbatasan yang saling bergantung juga perlu dipertimbangkan.
Indonesia, TKI adalah remittance yang menjadi sumber devisa, sementara ekonomi Malaysia juga bergantung kepada keberadaan TKI. Perputaran ekonomi masyarakat di wilayah perbatasan yang saling bergantung juga perlu dipertimbangkan.
Aspek sosialnya juga tidak sedikit.
Pengalaman berkonfrontasi dengan Malaysia pada tahun ’60-an telah memberikan
pengalaman traumatis bagi sebagian warga Indonesia. Berapa banyak keluarga yang
terpisah akibat konfrontasi tersebut. Tidak adanya kompensasi dari akibat
konfrontasi, terutama pada masyarakat di perbatasan.
Tetapi, keinginan untuk
menyelesaikan sengketa itu melalui jalur konfrontasi masih bisa dipahami,
paling tidak dalam tiga hal. Pertama, masyarakat Indonesia mengalami pengalaman
yang traumatis terhadap gagalnya upaya diplomasi atas perebutan Sipadan dan
Ligitan dengan Malaysia pada 2002.Kedua, lepasnya wilayah Timor Timur dari
wilayah NKRI cukup menjadikan pengalaman yang pahit bagi Indonesia untuk tidak
terulang lagi. Ketiga, penyelesaian kasus TKI ilegal oleh pemerintah Malaysia
yang dirasa menyakitkan oleh sebagian masyarakat Indonesia. Ketiga hal itu yang
mendorong rasa anti-Malaysia dan keinginan untuk perang.
Perang bukanlah satu-satunya cara
menyelesaikan sengketa Ambalat. Masih terbuka lebar peluang untuk memenangkan
sengketa itu melalui jalur diplomasi. Penyelesain sengketa perbatasan di laut
sendiri sudah diatur melalui Konvensi Hukum Laut PBB Tahun 1982 (UN Convention
on the Law of the Sea/ UNCLOS 1982). Pada prinsipnya, UNCLOS menyarankan bahwa
penyelesaian sengketa perbatasan di laut harus dilakukan dengan mengedepankan
prinsip equitable solution (solusi patut). Pertama, melalui perundingan
bilateral, yaitu memberi kesempatan kedua belah pihak untuk menyampaikan
argumentasinya tentang wilayah yang disengketakan dalam forum
bilateral.Indonesia dan Malaysia harus secara jelas menyampaikan mana batas
wilayah yang diklaim dan apa landasan yuridisnya. Dalam hal ini, Malaysia
tampaknya akan menggunakan peta 1979 yang kontroversial itu. Sementara
Indonesia mendasarkan klaimnya pada UNCLOS 1982.Jika gagal, maka perlu
dilakukan cooling down dan selanjutnya masuk langkah kedua dengan menetapkan
wilayah sengketa sebagai status quo dalam kurun waktu tertentu. Langkah selanjutnya bisa
memanfaatkan organisasi regional sebagai sarana resolusi konflik, misalnya,
melalui ASEAN dengan memanfaatkan High Council seperti termaktub dalam Treaty
of Amity and Cooperation yang pernah digagas dalam Deklarasi Bali 1976.
Malaysia akan enggan menggunakan jalur
ini karena takut dikeroyok negara-negara ASEAN lainnya. Sebab, mereka memiliki
persoalan perbatasan dengan Malaysia akibat ditetapkannya klaim unilateral
Malaysia berdasarkan peta 1979, seperti Filipina, Thailand, dan Singapura. Di
samping itu, kedua negara juga bisa memanfaatkan jasa baik (good office) negara
yang menjadi ketua ARF (ASEAN Regional Forum) untuk menengahi sengketa
ini.Republik Indonesia adalah Negara kepulauan berwawasan nusantara, sehingga
batas wilayah di laut harus mengacu pada UNCLOS (United Nations Convension on
the Law of the Sea) 82/ HUKLA (Hukum laut) 82 yang kemudian diratifikasi dengan
UU No. 17 Tahun 1985. Indonesia memiliki sekitar 17.506 buah pulau dan 2/3
wilayahnya berupa lautan.
Dari 17.506 pulau tersebut terdapat
Pulau-pulau terluar yang menjadi batas langsung Indonesia dengan negara
tetangga. Berdasarkan hasil survei Base Point atau Titik Dasar yang telah
dilakukan DISHIDROS TNI AL, untuk menetapkan batas wilayah dengan negara tetangga,
terdapat 183 titik dasar yang terletak di 92 pulau terluar, sisanya ada di
tanjung tanjung terluar dan di wilayah pantai. Dari 92 pulau terluar ini ada 12
pulau yang harus mendapatkan perhatian serius.
Dalam Amandemen UUD 1945 Bab IX A
tentang Wilayah Negara, Pasal 25A tercantum Negara Kesatuan Republik Indonesia
adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang
batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang. Di sini jelas
disebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan
berwawasan nusantara, sehingga batas wilayah di laut harus mengacu pada UNCLOS
(United Nations Convension on the Law of the Sea) 82/ HUKLA (Hukum laut) 82
yang kemudian diratifikasi dengan UU No. 17 Tahun 1985.
Dampak dari ratifikasi Unclos ini adalah keharusan Indonesia untuk menetapkan Batas Laut Teritorial (Batas Laut Wilayah), Batas Zone Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan Batas Landas Kontinen.
Dampak dari ratifikasi Unclos ini adalah keharusan Indonesia untuk menetapkan Batas Laut Teritorial (Batas Laut Wilayah), Batas Zone Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan Batas Landas Kontinen.
Indonesia Adalah negara kepulauan
yang memiliki sekitar 17.506 buah pulau dan 2/3 wilayahnya berupa lautan. Dari
17.506 pulau tersebut terdapat pulau-pulau terluar yang
menjadi batas langsung Indonesia dengan negara tetangga. Indonesia mempunyai
perbatasan darat dengan tiga negara tetangga, yaitu Malaysia, Papua Nugini dan
Timor Leste. Sementara perbatasan laut dengan sepuluh negara tetangga,
diantaranya Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Papua Nugini, Timor Leste,
India, Thailand, Australia, dan Palau. Hal ini tentunya sangat erat kaitannya
dengan masalah penegakan kedaulatan dan hukum di laut, pengelolaan sumber daya
alam serta pengembangan ekonomi kelautan suatu negara. Kompleksitas permasalah
di laut akan semakin memanas akibat semakin maraknya kegiatan di laut, seperti
kegiatan pengiriman barang antar negara yang 90%nya dilakukan dari laut,
ditambah lagi dengan isu-isu perbatasan, keamanan, kegiatan ekonomi dan
sebagainya. Dapat dibayangkan bahwa penentuan batas laut menjadi sangat penting
bagi Indonesia, karena sebagian besar wilayahnya berbatasan langsung dengan
negara tetangga di wilayah laut. Batas laut teritorial diukur berdasarkan garis
pangkal yang menghubungkan titik-titik dasar yang terletak di pantai terluar
dari pulau-pulau terluar wilayah NKRI. Terdapat 183 titik dasar yang terletak
di 92 pulau terluar, sisanya ada di tanjung tanjung terluar dan di wilayah
pantai.
Dalam menyikapi gerak langkah
Malaysia dalam memperluas wilayahnya Indonesia harus tegas. Kita tidak boleh
lagi kehilangan sejengkal pun wilayah kita, apa pun ongkosnya. Terjaganya luas
wilayah Indonesia merupakan wujud dari kedaulatan kita sehingga kita harus
mempertahankan dengan cara apa pun. Pemerintah Indonesia dan Malaysia sepakat
untuk menyelesaikan sengketa perbatasan melalui perundingan. Penyelesaian
melalui perundingan tetap dapat dilakukan. Akan tetapi, kita tidak boleh
percaya kepada Malaysia. Negara tetangga kita itu pandai mengkomunikasikan
pesan damai ke dunia internasional. Padahal, di tataran teknis mereka berbeda
sama sekali. Patok-patok perbatasan di Kalimantan selalu digeser. Kayu di hutan
kita pun dicurinya. Sayangnya, para pemimpin kita seakan-akan tidak peduli
dengan hal-hal tersebut.
Upaya untuk mempertahankan wilayah
Indonesia merupakan tanggung jawab kita semua. Selama ini kita mungkin
memandang bahwa penanggung jawab upaya mempertahankan kedaulatan wilayah RI
adalah TNI. Hal tersebut tidak tepat. Kita semua bertanggung jawab untuk
membantu negara dalam mempertahankan kedaulatan wilayah RI. Kerja sama dan
sinergi antar instansi pemerintah, pemerintah pusat dengan pemerintah daerah,
pemerintah dengan swasta, dan pemerintah dengan masyarakat harus diperkuat.
Guna mengintentifkan pengamanan di perbatasan antara dua negara yakni disekitar
Blok Ambalat, yang merupakan perbatasan antara Negara Indonesia dan Malaysia,
saat ini TNI Angkatan Darat secara umum telah menurunkan dua batalion untuk
ikut mengamankan wilayah tersebut yakni, Batalion 613 /Awang Long dan Batalion
643 /wanara Sakti.
Agar tidak terjadi konflik
berkepanjangan hendaknya pemerintah melalukan :
1. pemetaan kembali titik-titik
perbatasan Indonesia
Pemetaan kembali titik-titik
perbatasan wilayah Indonesia harus dilakukan. Hasil pemetaan baru tersebut
harus dibandingkan dengan pemetaan yang pernah dilakukan sebelumnya. Koordinat titik-titik
perbatasan sangat penting untuk kita inventarisir dan dimasukkan dalam sebuah
undang-undang mengenai perbatasan wilayah Indonesia. Apabila perlu, daripada
konstitusi diubah-ubanh hanya untuk keperluan rebutan kekuasaan, masukkan
klausul mengenai titik-titik perbatasan tersebut dalam UUD.
2. Bangun jalan di sepanjang perbatasan
darat. Pandangan kita mengenai perbatasan sebagai wilayah terpencil harus kita
ubah. Mulai saat ini kita harus memandang perbatasan sebagai wilayah strategis.
Strategis untuk mempertahankan wilayah kita. Oleh karena itu, pemerintah pusat
dan daerah yang memiliki wilayah perbatasan darat dengan negara tetangga
seperti Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur dan Papua harus
memprioritaskan pembangunan prasarana jalan di sepanjang perbatasan. Jalan
tersebut dihubungkan ke pusat kota atau pusat pemukiman terdekat. Tujuan
pembangunan jalan tersebut adalah untuk merangsang pembangunan kota atau
pemukiman baru di dekat perbatasan.
- Bangun wilayah baru di dekat perbatasan.
Setelah di
sepanjang perbatasan dibangun jalan yang terhubung ke pusat kota atau pusat
pemukiman terdekat, pemerintah daerah diharuskan membangun wilayah baru di
dekat perbatasan. Pembangunan untuk perluasan kota yang sudah mapan harus
dihambat dan masyarakat dirangsang untuk mengembangkan wilayah baru. Untuk
melakukan hal tersebut, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah harus menyusun
konsep pengembangan wilayah perbatasan secara komprehensif agar wilayah baru
yang dibentuk dapat hidup baik secara ekonomi maupun sosial.
Selain itu, wilayah baru yang
dibangun sebaiknya diarahkan untuk memiliki spesialsisasi. Misalnya, ada blok
khusus jeruk Pontianak, blok khusus kebun aren, blok khusus sawah padi, dll. untuk merangsang masuknya investasi
bisnis pendukung di sana.
- Pembangunan pangkalan militer
di dekat perbatasan. Saat ini kita melihat gelaran pasukan TNI kita kurang
memadai untuk melakukan upaya menjaga perbatasan negara. Gelaran pasukan
justru diletakkan di wilayah-wilayah padat penduduk yang sudah terbangun.
Gelaran pasukan seperti ini harus diubah. Batalyon-batalyon yang berada di
wilayah “aman” dari gangguan luar sepantasnya direlokasi ke wilayah
perbatasan. Apalagi, urusan keamanan dan ketertiban saat ini sudah menjadi
tanggung jawab kepolisian.
- Galakkan kembali transmigrasi.
Program transmigrasi yang dulu gencar dilaksanakan pada era Orde Baru
harus digalakkan kembali. Transmigran diarahkan untuk mendiami
wilayah-wilayah baru yang dibentuk di dekat perbatasan. Saya yakin,
apabila infrastruktur transportasi dan komunikasi disiapkan, banyak penduduk
dari wilayah-wilayah padat yang bersedia bertransmigrasi.
- Pilih pemimpin yang kuat dan
tegas. Pemimpin yang kuat dan tegas sangat penting. Terlepas dari segala
kekurangan yang dituduhkan, kita pernah memiliki dua sosok pemimpin yang
tegas sehingga dihormati kawan dan disegani lawan. Kedua pemimpin yang
kuat dan tegas itu adalah Soekarno dan Soeharto. Pada saat kedua orang itu
memimpin, tidak ada yang berani melecehkan negara kita. Akan tetapi,
setelah berganti pemimpin, negara kita menjadi bulan-bulanan pelecehan
terutama oleh Malaysia dan kadang-kadang Singapura.
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Indonesia, sebagai negara ASEAN yang
memiliki wilayah paling luas tidak memiliki ambisi teritorial untuk mencaplok
wilayah negara lain. Hal tersebut sangat berbeda dengan Malaysia yang rakus
untuk memperluas wilayahnya. Kita semua sudah tahu bahwa titik-titik perbatasan
darat Indonesia – Malaysia di Pulau Kalimantan selalu digeser oleh Malaysia.
Wilayah kita semakin sempit sementara wilayah Malaysia semakin luas.
Indonesia mempunyai perbatasan darat
dengan tiga negara tetangga, yaitu Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste.
Sementara perbatasan laut dengan sepuluh negara tetangga, diantaranya Malaysia,
Singapura, Vietnam, Filipina, Papua Nugini, Timor Leste, India, Thailand,
Australia, dan Palau. Hal ini tentunya sangat erat kaitannya dengan masalah
penegakan kedaulatan dan hukum di laut, pengelolaan sumber daya alam serta
pengembangan ekonomi kelautan suatu negara.
Sengketa blok Ambalat antara
Indonesia-Malaysia tercatat telah sering terjadi. Terhitung sejak Januari
hingga April 2009 saja, TNI AL mencatat kapal Malaysia telah sembilan kali
masuk ke wilayah Indonesia. Blok Ambalat dengan luas 15.235 kilometer persegi,
ditengarai mengandung kandungan minyak dan gas yang dapat dimanfaatkan hingga
30 tahun. Bagi masyarakat perbatasan, Ambalat adalah asset berharga karena di
sana diketahui memiliki deposit minyak dan gas yang cukup besar. Kelak, jika
tiba waktunya minyak dan gas tersebut bisa dieksploitasi, rakyat di sana juga
yang mendapatkan dampaknya.
3.2
SARAN
Sebagai negara kepulauan yang
berwawasan nusantara, maka Indonesia harus menjaga keutuhan wilayahnya.
Pulau-pulau terluar biasanya adalah daerah terpencil, miskin bahkan tidak
berpenduduk dan jauh dari perhatian Pemerintah.
Keberadaan pulau-pulau ini secara
geografis sangatlah strategis, karena berdasarkan pulau inilah batas negara
kita ditentukan. Pulau-pulau ini seharusnya mendapatkan perhatian dan
pengawasan serius agar tidak menimbulkan permasalahan yang dapat menggangu
keutuhan wilayah Indonesia, khususnya pulau yang terletak di wilayah perbatasan
dengan negara negara yang tidak/ belum memiliki perjanjian (agreement) dengan
Indonesia. Dari 92 pulau terluar yang dimiliki Indonesia terdapat 12 pulau yang
harus mendapat perhatian khusus, Pulau-pulau tersebut adalah Pulau Rondo,
Berhala, Nipa, Sekatung, Marore, Miangas, Fani, Fanildo, Dana, Batek, Marampit
dan Pulau Bras.
Jangan takut bersikap tegas, kalau
memang harus perang, rakyat Indonesia pasti mendukung demi keutuhan NKRI.
Karena NKRI adalah harga mati